Di tengah kebingungannya, ia sering berandai-andai seandainya bisa kembali dekat dengan sang ayah. Tatapannya keluar jendela menyiratkan kerinduan yang mendalam. Dalam imajinasinya, ia membayangkan keluarga yang utuh, ayah, ibu, dan dirinya berjalan bersama di taman. Gambaran itu menjadi pelarian kecil dari kenyataan pahit yang sebenarnya ia hadapi. Kenyataannya, ayahnya memutuskan untuk pergi meninggalkan rumah, sementara ibunya hanya bisa menangis. Anak itu menyaksikan semua dengan hati yang perih, sadar bahwa tidak ada yang bisa ia lakukan untuk mengubah keadaan.
Kesedihan itu membuatnya sering termenung sendirian. Ia sadar bahwa harapan tidak bisa mengubah kenyataan, meski hatinya tetap ingin percaya. Malam hari, di dalam kamar, ia duduk memeluk lutut sambil menatap boneka kesayangannya, seolah mencari penghiburan. Cahaya rembulan yang masuk dari jendela mempertegas kesepian yang ia rasakan. Meski begitu, ia mencoba menguatkan dirinya. Dengan mata berkaca-kaca dan senyum tipis, ia menatap ke depan, seakan berbicara pada dirinya sendiri: bahwa ia harus bertahan, meski dunia di sekitarnya terasa retak.

0 Komentar